Apa saya terlalu percaya diri dan sombong? Seakan-akan yakin semua akan terjadi. Apa ini mendahului takdir Allah? Bukankah Allah sesuai prasangka hamba-Nya? Saya hanya ingin menerapkan itu. Sikap optimis saya sebagai seorang muslimah. Tidak lebih. Akan tetapi, ketika harus membayangkan kemungkinan buruk, rasa ngeri menghampiri dan saya merasa tidak siap. Apa saya salah ya Allah?
Agustus membuat saya resah. Benarkah semuanya akan terjadi akhir Agustus itu?
Persiapan materi mungkin hanya sekitar 0,1%. Rupiah sejumlah puluhan juta itu belum membuncit di rekening, bahkan tampak di depan mata pun masih fatamorgana. Entah, apa saya ini berpangku tangan? Ya Allah, rupiah sebanyak itu harus saya raih dengan cara apa? Berdagang? Apa yang harus saya dagangkan. Bingung, modal darimana? Berdagang di kampus, kampus sedang berada dalam keadaan kosong melompong. Berdagang di rumah? Apa yang harus saya jual? Berkali-kali saya iklankan usaha ayah. Sejauh ini belum ada customer dari hasil jerih iklan saya. Customer memang banyak, tapi banyak yang harus ditutupi sehingga untuk makanpun pas-pasan. Biarlah mereka menganggap kami berada, semoga itu jadi do’a. Semoga yang sedang berusaha ditutupi tertutup sepenuhnya, sehingga kami bisa menjadi keluarga yang makmur.
Donatur? Halo, sudah beberapa orang yang saya kontak. Responnya sama: tidak merespon atau mungkin belum merespon. Semoga hanya belum merespon. Bahkan pesan yang saya layangkan pada mereka ada yang belum mereka baca hingga detik ini. Sedih. Iya. Ingin tertawa juga iya. Ada yang merespon, sayangnya jawaban belum sesuai harapan. Semuanya mendadak merendah. Entahlah, apa itu penolakan secara halus? Ah, rupiah memang sangat-sangatlah sensitif untuk disinggung. Akhir-akhir ini merasa menjadi seorang pengemis yang meminta uang. pantaskah ya Allah? Bahkan seorang kawan mengatakan, “Ya pantaslah orang-orang tidak memberimu uang, kamu mintanya untuk pergi ke luar negeri. Kalo gitu juga saya mau.” Hmmmm, sedikit tertampar dengan kata-kata ini. Saya pergi ke luar negeri bukan untuk main-main, saya ingin menuntut ilmu. Apabila jalan-jalan, itu adalah nilai lebih yang Allah berikan pada saya sebagai seorang hamba. Andai dia tahu, sebenarnya saya juga tidak ingin mengirimkan pesan yang ujungnya meminta bantuan dana. Apa daya, kelengkapan surat-surat menjadi kendala. :’)
Ada yang merespon dengan do’a. Terima kasih kalian yang membantu dengan do’a. Itu lebih membuat saya merasa tidak sendirian dan tidak sesak, daripada melihat pesan yang saya layangkan sudah dibaca tapi belum direspon sama sekali. Ya Allah, apa saya yang kurang sabar? Mungkin mereka yang belum merespon itu sedang sibuk mempersiapkan lebaran. Semoga mereka cepat merespon. Semoga juga ada teman yang merekomendasikan lagi donatur. Amin.
Apa kabar sponsor? Sejauh ini saya sudah menghubungi beberapa sponsor. Tahukah kalian apakah yang sponsor lihat? Kelengkapan. Begitulah kata seseorang yang pernah merasakan hal yang sama dengan saya. Kebanyakan sponsor meminta Letter of Acceptance (LoA) & surat pengantar dari universitas. Ah, menunggu yang belum jadi dan entah kapan. LoA, cepatlah muncul. Agar saya bisa mengambil langkah menuju rektorat dan menyebarkan apa yang ingin saya sebarkan pada perusahaan-perusahaan.
Semoga yang saya tunggu kunjung datang segera. Semoga impian saya terkabul. Berbicara setiap hari dengan bahasa Arab ‘amiyah, menikmati kebudayaan baru, kawan baru, menikmati segala tantangan baru dan mengikat saya agar bisa survive. Ya Allah, jika ini yang terbaik untuk hamba, maka tolonglah permudah. Jika ini bukan yang terbaik untuk hamba, jadikan yang terbaik. Tolong. Ini adalah salah satu tujuan saya masuk jurusan ini. Mudahkanlah hamba dalam menggapai cita-cita yang entah ini terkesan maksa atau memang harus begini dalam menggapai cita-cita?
Hamba sebagai manusia hanya bisa berusaha semaksimal mungkin, walau finansial hamba minimal. Hanya kepada Engkau hamba meminta rezeki yang halal dan berkah. Ya Allah, maafkan apabila ada kata atau perbuatan yang tersalah yang membuat rezeki hamba sulit.
Engkau membuat hamba berada dalam keadaan seperti ini agar hamba tahu bagai mana caranya bersyukur dan betapa sangat bahagianya hamba mendapatkan apa yang hamba butuhkan nantinya.
Agustus membuat saya resah. Benarkah semuanya akan terjadi akhir Agustus itu?
Persiapan materi mungkin hanya sekitar 0,1%. Rupiah sejumlah puluhan juta itu belum membuncit di rekening, bahkan tampak di depan mata pun masih fatamorgana. Entah, apa saya ini berpangku tangan? Ya Allah, rupiah sebanyak itu harus saya raih dengan cara apa? Berdagang? Apa yang harus saya dagangkan. Bingung, modal darimana? Berdagang di kampus, kampus sedang berada dalam keadaan kosong melompong. Berdagang di rumah? Apa yang harus saya jual? Berkali-kali saya iklankan usaha ayah. Sejauh ini belum ada customer dari hasil jerih iklan saya. Customer memang banyak, tapi banyak yang harus ditutupi sehingga untuk makanpun pas-pasan. Biarlah mereka menganggap kami berada, semoga itu jadi do’a. Semoga yang sedang berusaha ditutupi tertutup sepenuhnya, sehingga kami bisa menjadi keluarga yang makmur.
Donatur? Halo, sudah beberapa orang yang saya kontak. Responnya sama: tidak merespon atau mungkin belum merespon. Semoga hanya belum merespon. Bahkan pesan yang saya layangkan pada mereka ada yang belum mereka baca hingga detik ini. Sedih. Iya. Ingin tertawa juga iya. Ada yang merespon, sayangnya jawaban belum sesuai harapan. Semuanya mendadak merendah. Entahlah, apa itu penolakan secara halus? Ah, rupiah memang sangat-sangatlah sensitif untuk disinggung. Akhir-akhir ini merasa menjadi seorang pengemis yang meminta uang. pantaskah ya Allah? Bahkan seorang kawan mengatakan, “Ya pantaslah orang-orang tidak memberimu uang, kamu mintanya untuk pergi ke luar negeri. Kalo gitu juga saya mau.” Hmmmm, sedikit tertampar dengan kata-kata ini. Saya pergi ke luar negeri bukan untuk main-main, saya ingin menuntut ilmu. Apabila jalan-jalan, itu adalah nilai lebih yang Allah berikan pada saya sebagai seorang hamba. Andai dia tahu, sebenarnya saya juga tidak ingin mengirimkan pesan yang ujungnya meminta bantuan dana. Apa daya, kelengkapan surat-surat menjadi kendala. :’)
Ada yang merespon dengan do’a. Terima kasih kalian yang membantu dengan do’a. Itu lebih membuat saya merasa tidak sendirian dan tidak sesak, daripada melihat pesan yang saya layangkan sudah dibaca tapi belum direspon sama sekali. Ya Allah, apa saya yang kurang sabar? Mungkin mereka yang belum merespon itu sedang sibuk mempersiapkan lebaran. Semoga mereka cepat merespon. Semoga juga ada teman yang merekomendasikan lagi donatur. Amin.
Apa kabar sponsor? Sejauh ini saya sudah menghubungi beberapa sponsor. Tahukah kalian apakah yang sponsor lihat? Kelengkapan. Begitulah kata seseorang yang pernah merasakan hal yang sama dengan saya. Kebanyakan sponsor meminta Letter of Acceptance (LoA) & surat pengantar dari universitas. Ah, menunggu yang belum jadi dan entah kapan. LoA, cepatlah muncul. Agar saya bisa mengambil langkah menuju rektorat dan menyebarkan apa yang ingin saya sebarkan pada perusahaan-perusahaan.
Semoga yang saya tunggu kunjung datang segera. Semoga impian saya terkabul. Berbicara setiap hari dengan bahasa Arab ‘amiyah, menikmati kebudayaan baru, kawan baru, menikmati segala tantangan baru dan mengikat saya agar bisa survive. Ya Allah, jika ini yang terbaik untuk hamba, maka tolonglah permudah. Jika ini bukan yang terbaik untuk hamba, jadikan yang terbaik. Tolong. Ini adalah salah satu tujuan saya masuk jurusan ini. Mudahkanlah hamba dalam menggapai cita-cita yang entah ini terkesan maksa atau memang harus begini dalam menggapai cita-cita?
Hamba sebagai manusia hanya bisa berusaha semaksimal mungkin, walau finansial hamba minimal. Hanya kepada Engkau hamba meminta rezeki yang halal dan berkah. Ya Allah, maafkan apabila ada kata atau perbuatan yang tersalah yang membuat rezeki hamba sulit.
Engkau membuat hamba berada dalam keadaan seperti ini agar hamba tahu bagai mana caranya bersyukur dan betapa sangat bahagianya hamba mendapatkan apa yang hamba butuhkan nantinya.
ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
BalasHapus