Menikah? Siapa yang tidak ingin menikah? Saya yakin, sebagian besar orang yang sudah balig dan memiliki usia yang mumpuni pasti ingin menikah.
Saya ingin sekali membahas masalah ini karena ternyata diusia saya yang sebentar lagi menginjak angka 21, banyak sekali teman-teman yang sudah berpikir ke arah sana. Termasuk SAYA!
Menikah muda bukanlah impian saya DULU, tapi dunia terus bergerak dan mempertemukan saya dengan teman-teman dengan pola pikir berbeda. DULU saya berpikir bahwa menikah muda adalah sesuatu hal yang memalukan. Itu adalah tradisi zaman dahulu! Apa kata orang nanti jika saya menikah muda? Ya ampun, masih muda sudah menikah? Kasihan sekali, pasti mentalnya belum siap!
Jika ada orang yang mengatakan hal seperti ini, berarti orang tersebut beranggapan bahwa mental dan kedewasaan seseorang dinilai dari angka. Semakin angkanya besar, maka tingkat kedewasaannya semakin besar. Ini SALAH BESAR! Bukankah kedewasaan itu bersifat kualitatif, bukan kuantitatif? Banyak sekali teman-teman yang memiliki umur lebih muda dari saya, tapi mereka lebih dewasa dalam menyikapi permasalahan hidup. Bahkan menjadi tempat curhat untuk saya.
SEKARANG saya berpikir bahwa menikah muda adalah solusi terbaik untuk jiwa-jiwa muda yang sudah merasa siap dan memiliki pasangan. Maksud siap di sini sama dengan mapan. Mapan? Ya tentu itu harus. Mapan bukan berarti kaya akan materi, mapan sendiri memiliki arti mantap, baik, tidak goyah dan stabil. Itu artinya, dua orang sudah saling memiliki komitmen yang kuat untuk berumah tangga, siap menghadapi suka duka apapun yang akan terjadi nanti, mau bekerja keras. Jika sepasang calon sudah memiliki keputusan dan sikap seperti ini, insya Allah mereka berusaha untuk saling membahagiakan baik secara lahir maupun batin, materi maupun non materi.
Jika siap menikah, tetapi belum memiliki pasangan yang bisa diboyong ijab kabul bagaimana? Hmmm, solusinya ya cari sampai ketemu, tapi jangan sampai lupa hal-hal lain yang sangat penting karena hidup itu harus seimbang, bukan hanya cinta melulu. Jika belum menemukan, rajin-rajinlah berpuasa Senin Kamis, rajin istighfar, sering shalat malam, berdo'a agar bisa terus dipertemukan dengan jodoh idaman, cari relasi, perluas pergaulan positif, mungkin saja itu akan mempertemukan kita dengan si JODOH YANG SELALU KITA BILANG ENTAH DIMANA.
Jangan terlalu cemas dan memikirkan akan mendapatkan jodoh yang seperti apa. Cara terbaik adalah dengan terus memperbaiki diri karena jodohmu adalah cerminan dari dirimu sendiri.
Memang, ada 'sepasang' yang ternyata si wanita baik dan si lelaki jahat (berperilaku kurang baik). Bisa saja ini terjadi karena si wanita terlalu memaksakan kehendak, yang sebenarnya dia tahu bahwa laki-laki itu memiliki pemahaman kehidupan yang kurang dalam, tetapi menjunjung tinggi rasa cintanya. Bisa jadi seperti ini atau bisa jadi terjadi kemungkinan-kemungkinan lain.
Ya, semoga saya bisa segera bertemu jodoh dan naik pelaminan. Memang, menikah bukanlah akhir bahagia dari kehidupan. Itu adalah awal tantangan kehidupan untuk terjun ke ranah yang lebih luas lagi.
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya diciptakan-Nya untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu mendapat ketenangan hati dan dijadikan-Nya kasih sayang diantara kamu. Sesungguhnya yang demikian menjadi tanda-tanda kekuasaan-Nya bagi orang-orang yang berpikir." (QS. Ar-Rum: 21)
Maaf sekali tulisannya agak geje dan mungkin sulit untuk dipahami/ ambigu karena bahasannya kurang spesifik. Cukup saya yang paham.
Karena pernikahan dini lebih baik ketimbang perzinaan dini.
BalasHapusasik! sundul gan! haha
BalasHapus