sumber: kiosusaha.com |
Semasa sekolah atau kuliah, kalian pasti menemukan
teman yang rajin mengerjakan tugas, pemalas, gila, gokil, pendiam, tukang
bolos, titip absen, rajin kuliah tapi niatnya cuma dagang. Jika kalian
berteman dengan saya, saya adalah tipe teman yang itu.... Rajin kuliah, tapi
niatnya cuma dagang.
Buka bersama teman 8E kemarin,
salah seorang teman mengatakan, “Eh Sri, jadi inget waktu SMP suka beli
realg**d sama kamu.”
“Wah, oh iya?” Malah saya yang
lupa. Dia (Santi) tiba-tiba melemparkan saya ke masa lalu. Oh iya, benar juga,
dulu saat kelas 8 saya memang sering membawa dagangan ke kelas, seperti susu
realg**d, rech**se (dulu rech**se harganya masih seratus rupiah, belum ada yang
harganya lima ratusan, dan iklan di tvnya hanya sering diputar hari Minggu.
CMIIW).
Berbeda lagi dengan buka bersama
teman SMA, salah seorang kawan SMA “memaksa”
saya untuk membawa seblak. Doi (mbak Dea adalah langganan saya saat itu). Akhirnya,
saya memaksa emak untuk membuat seblak lagi. Yap, saat SMA saya terkenal
sebagai tukang seblak kering. Saya menjualnya Rp. 500 saja. Saya selalu terharu
jika mendengar kata-kata Mbak Dea, “Suri, seblak mama kamu tuh enak bangeeeet!
Khas banget, rasanya beda dari yang lain.” Mungkin memang setiap pedagang
seblak memiliki cita rasanya masing-masing. Hehe. Pasca putih abu, saya
berhenti berjualan seblak karena saat tingkat satu saya mengekos dan sudah
banyak danusan dari teman. Saya kurang berani berbisnis makanan saat kuliah. Ada
kekhawatiran tidak laku, padahal belum dicoba. Finally, saya pun hanya
mempertahankan bisnis pulsa yang sudah saya rintis sejak SMA.
Jual pulsa memang tidak memiliki keuntungan yang banyak,
tetapi setidaknya pulsa yang saya pakai merupakan laba dari jualan pulsa. Terkadang,
bisnis pulsa itu harus sabar. Harus siap menagih yang seharusnya ditagih,
siap dengan segala jawaban yang ada, tetapi tetap gigih hingga rupiah kembali. Konsekuensi
berjualan pulsa juga harus siaga dengan orang-orang yang berniat menipu. Pernah
suatu hari, saya mendapatkan sms dari nomor tidak dikenal dan mengatasnamakan
teman satu kampus. Dia meminta diisikan pulsa senilai 25ribu. Agak aneh sih
karena si doi biasanya tidak pernah membeli pulsa sebesar itu. Biasanya hanya
kisaran 5-10ribu. Keesokan harinya, saya merasa heran karena si doi ini tidak
langsung membayar seperti biasa. Saya tagih dan doi bilang kemarin dia tidak
membeli pulsa. Bagai dihantam petir di siang bolong. Keuntungan pusa saya
lenyap seketika. Berkali-kali saya coba meyakinkan dan doi bilang tidak. Doi pun
tidak mengenali nomor yang mengirimi saya pesan singkat tersebut. Mungkin saat
itu saya kurang bersedekah dan kurang ujian. Alhamdulillah lewat peristiwa itu,
saya jadi lebih waspada dengan pesan dari nomor-nomor tidak dikenali, apalagi
kalau isinya mama minta pulsa atau papa sedang di kantor polisi.
Ya begitulah saya saat sekolah
dan kuliah, saya lebih sedih ketinggalan buku catatan hutang daripada buku
catatan kuliah. Apalagi kalau ketinggalan di hari Kamis atau Jum’at. Sedih sekali
karena harus menunggu Senin.
A little story from Sri
Hidayanti,
Sabtu, 04.40
Bandung, 27 Agustus 2016
Backsound adzan subuh
Waaah, jam terbang suri berdagang sudah sejak dini yak :D
BalasHapusKeren kamu teh! Semangat terus bisnisnya, sobat! ^^
Haha iya, Nam.
HapusEh makasih juga Anami salah satu fans seblak emak :D
Makasih, Nam yg sama kerennya wkwk.
Sukses juga buat Nam, semoga menjadi make up artist ternama. Aamiin.