sumber: bintang.com |
Skripsi?
Benda menyeramkan
apa itu? Mendengar namanya saja langsung gentayangan dipikiran. Semua yang asalnya
bahagia, terhembus saja gelombang suara berbunyi skripsi, langsung berubah
seratus delapan puluh derajat. Meme-meme di internet pun menggambarkan skripsi
sebagai hal yang paling menyeramkan diantara banyaknya materi perkuliahan. Benarkah
semenyeramkan itu? Mendengarnya saja aku rela ngacir hingga ke Mesir! Demi menghindari
kamu, si (skripsi)! Sepandai-pandainya Suri menghindar, pasti skripsi akan
tetap mengejar! Hari itu tiba juga, hari dimana Suri tidak bisa lagi melarikan
diri darinya.
Sepulang
dari Mesir, orang-orang sudah sangat berbeda. Mereka yang kukenal agak apatis,
kini selalu bicara teoritis, juga manfaat praktis. Mereka bicara dengan
dasar-dasar keilmuan yang sudah bertahan puluhan, ratusan, hingga ribuan tahun.
Sementara aku tetap seperti dulu, puitis dengan kata-kata yang kurangkai,
membuat teori hidup itu sendiri! Teman-temanku yang sama-sama pulang dari Mesir
pun begitu sibuk mencari judul yang pas untuk skripsi-skripsi mereka. Sebenarnya
aku ikut gelisah. Mengapa mereka seburu-buru itu? Mau kemana sih? Santai sajalah,
nikmati saja masa-masa tingkat akhir. Kalau perlu, nambah satu semesterlah.
Eitsssss,
tunggu dulu.. ternyata jadi mahasiswa tingkat akhir itu tidak nikmat. Rasanya ingin
segera enyah dari bumi Padjadjaran. Sebentar saja berkeliaran di area kampus,
rasa terasing pun hadir. Apakah aku punya teman? Banyak wajah-wajah baru yang
tidak mengenalku. Tampaknya ini bukan wilayahku. Aku harus segera pergi dari sini..:’(
Ketika
teman-teman seperjuangan di bumi kinanah sudah mulai mengajukan usulan
penelitian, mereka banyak menyemangatiku.
“Ayoo Suri, buruan deh ajuin
judul biar kita bisa lulus bareng-bareng!”
“Yaelaaaah, mau kemana sih,
santai aja kali! Masuk UNPAD itu susah, nikmatilah!” Rata-rata kujawab seperti
itu, padahal dalam hati ini cemburu menguras hati melihat mereka yang sudah
selangkah maju.
Aku
bingung, apa yang harus aku bahas dalam skripsiku? Pikiran-pikiran itu
berseliweran. Aku punya beberapa naskah berbahasa Arab. Kendalanya dua, aku
tidak tahu artinya dan bagaimana bisa aku menentukan berbagai macam metode dan
pendekatan? Sudah kucoba mengartikan, tapi malas dan bosan lebih dominan
menyerang. Aku sudah sowan pada mbah google, tetap saja terjemahan itu tidak
ada, yang kutemukan malahan PDF dari cerita yang sudah cape-cape kubeli di
Mesir.
Aku
juga rajin main ke perpus sendiri untuk memahami berbagai macam teori sastra. Dasar
the power of kepepet, biasanya aku alergi pada tempat yang satu ini, apalagi
pergi sendirian tanpa kawan. Namun, aku sadar bahwa orang-orang sangat sibuk
dengan urusannya masing-masing dan aku pun harus belajar mandiri.
Orang-orang
sangat heran melihatku rajin ke ruang skripsi. Sekarang aku sudah mulai
berdalih, “Iya, aku sedang proses kok. Cerita juga kan butuh diterjemahkan.”
Padahal, sungguh aku masih
bingung. Cerita mana yang harus aku pilih? Cerita-cerita yang aku beli di Mesir
atau membahas The Muslim Show, komik, kebudayaan Mesir. Aku galau, fans!
Baiklah,
cita-citaku sangat ingin membahas sesuatu tentang Mesir. Aku punya buku Alhud-hud
Yamtaliku Tājan (burung Hud-hud yang memiliki mahkota). Sekilas kuartikan,
cerita ini tentang burung Hud-hud di Mesir. Waktu yang semakin mepet membuatku
berpikir untuk meminta bantuan pada mahasiswa-mahasiswa Timur Tengah. Hhhhmmmmmm,
tapi siapa? Galau. Meminta bantuan masisir (mahasiswa Indonesia yang berkuliah
di Al-Azhar, Mesir)? Rasanya tidak mungkin, ini 48 halaman. Kalau sekitar 4-5
halaman masih berani. Lantas siapa? Ahaaa!!! Setelah pikiran semrawut, otakku
tertuju pada seseorang: MAMANG!!!!! Iya, pria yang kusebut Mamang di Sudan sana!
Baiklah, akan kucoba! Ah, tapi
kira-kira dia bersedia tidak ya? Firasat sih tidak. Bismillaah, itung-itung
iseng berhadiah!!!
Bandung, 1 Mei 2016
07.45,
sebelum makan masakan ibu
Bandung, 1 Mei 2016
07.45,
sebelum makan masakan ibu
0 komentar:
Posting Komentar