Apa do’a yang sering kalian panjatkan saat sujud terakhir di waktu shalat, setelah shalat, sakit, sepertiga malam terakhir, diantara adzan dan iqamah dan di waktu-waktu mustajab lainnya? Kalau saya ingin naik pesawat dan nikah. Jangan kaget ya, kan di dunia ini ada tiga tipe mahasiswa menurut Sri Hidayanti, yaitu study oriented, organisatoris, dan yang terakhir NIKAH ORIENTED. Nah, saya itu tipe yang terakhir.
Oke, lupakan dulu soal nikah karena belum ada calonnya.
Alhamdulillah, tahun 2014 pertama kali naik kereta api bersama teman-teman SDMK dan KEMA ke Yogyakarta. Tahun ini request yang lain sama Allah, “Ya Allah Yang Maha Memberi, taun kemaren saya kan udah ngerasain naik kereta api, boleh dong kalo tahun 2015 saya pengen naik pesawat, bebas naik pesawat ke mana aja, terus nanti 2016/ 2017 naik pelaminan, terus naik haji sama orang tua?”
Awal tahun ini juga saya menuliskan mimpi ingin ke Mesir, tapi saya sadar diri karena bukan mahasiswa yang “shining like a candle in the dark”. Hanya mahasiswa kupu-kupu penjaga perpustakaan National Building Corner FIB dengan IPK fluktuatif. Pokoknya mahasiswa yang mendebarkan. Hahaha.
Tampaknya ada korelasi antara ke Mesir dan naik pesawat. Takdir menggoreskan nama saya tercantum menjadi salah satu mahasiswa yang harus ikut tes “Sandwich Program 2015 Student Exchange to Egypt”. Aduh, ini anugerah apa musibah? Baiklah, coba saja dulu. Kali aja rezeki.
Untuk bisa ke Mesir, saya dites wawancara dalam bahasa Arab oleh tiga dosen, Ustadz Jalal, Abu Sufyan, dan Aladin dari Sudan. Jadi, ada tiga sesi wawancara. Pertanyaannya tidak jauh dari apa motivasi kamu ingin ke Mesir, jika terpilih mau ngapain, ikut organisasi apa di kampus dan luar kampus, pekerjaan orang tua, apa yang kamu ketahui tentang budaya Mesir, dan lain sebagainya. Ya, pertanyaan tidak jauh tentang dirimu dan diri si Mesir. Saat ditanya motivasi, saya menjawab, “Ladayya du’a minal walidain, Ana antadziru hadzihi fursoh fii waktin towil, Uridu an usowwir fii Misr.” Artinya, saya punya do’a dari kedua orang tua (ini yang paling utama disebutkan), meningkatkan kemahiran bahasa Arab (jawaban yang pasaran), saya menunggu kesempatan ini dalam waktu yang lama, saya pengen foto-foto di Mesir, dan lain-lain. Jawabannya panjang sebenarnya, tapi lupa. Dosen saya, ustadz Jalal bertanya lagi, “Maa faidah usowir hunaka?” Apa manfaatnya foto-foto di sana? Terus saya jawab yang intinya, di sana saya tidak hanya akan belajar, tapi pasti akan jalan-jalan juga dan orang tua saya harus tahu keadaan saya, sebagai kenang-kenangan juga sih kalau saya pernah ke Mesir. Pokoknya akan sangat panjang jika saya ceritakan semua. Yang ingin tahu isi pertanyaan dan jawaban mungkin bisa personal message ya. Hahaha.
Okelah, pokoknya dihari itu saya so so enjoy, tapi sampai lupa makan. Beberapa minggu kemudian, hasil tes keluar dan nama saya tidak tercantum sebagai satu dari sepuluh mahasiswa penerima beasiswa Sandwich. S-E-D-I-H.
***
Sebelum hasil tes keluar, Aul sesama saingan dalam merebutkan beasiswa Sandwich bertanya di Gedung B lantai 2 sembari wifi-an, “Sur, kalo kamu ga lulus tes mau biaya mandiri ga?”
“Ah ngga kayanya Ul, duit ti mana. Lagian kalo ngga lolos, berarti saya ngga kompeten dibanding mereka yang lolos. Kamu mau?” tanya saya balik.
“Gatau, tapi pengen. Udah keimpi-impi banget cerita-cerita dari Mang Acep, paparahuan di Sungai Nil.” Aul antusias.
“Semoga bisa kesana bareng ya, Ul.”
***
Saat tahu tidak lolos, saya sedih dan kecewa karena pengumumannya hanya berisi deretan nama, tanpa ada skor hasil akhir dari tiap mahasiswa. Sementara, tahun kemarin berisi deretan nama dan skor akhir dari tiap mahasiswa. Yasudahlah.. Say good bye to Egypt..
Eh besok-besok orang-orang ricuh mengajak daftar ke Mesir dengan biaya sendiri. Sudah fix-lah saya tidak akan ikut. Maa fiisyh fulus alias ga ada duit. Tiga puluh juta dari mana coba?
***
Tunggu dulu, ternyata saya terbujuk ajakan teman dekat, sebut saja Ika (hanya nama panggilan). Dia mengajak saya untuk mendaftar biaya mandiri dengan cara menyebar proposal. Oke juga tuh idenya. Kalau tidak ada sponsor atau uang, paling TIDAK JADI berangkat seperti senior-senior sebelumnya. Okelah, dicoba. Anggap saja saya kompeten karena tidak tidak tahu skor akhir hasil tes.
Bismillaah, perjuangan dimulai..
Saya kira mengurus proposal exchange itu mudah. Ternyata banyak lika-likunya. Memang, hidup dalam sistem harus sabar. Minta tanda tangan ketua jurusan, wakil dekan, sampai wakil rektor bidang apa gitu untuk proposal, surat rekomendasi, dan surat pernyataan untuk cari sponsor. Belum tentu juga beliau-beliau ada saat kita butuh. Hayati lelah. Saat itu kendala waktu yang sangat mepet. Saya mengurus proposal dan surat-surat bulan Juni, proposal siap di bulan Juli, awal Agustus LoA (letter of acceptance) baru hadir, akhir Agustus surat sponsor dari universitas baru jadi, sementara keberangkatan September. Sebenarnya keberangkatan bulan Agustus, hanya saja waktunya terus diulur-ulur. STRES? BANGET. Rasanya tidak yakin dengan proposal, tapi saya berusaha meyakinkan diri bahwa saya juga akan berangkat ke negeri kinanah.
Sempat berpikir, kenapa saya harus iseng-iseng memasuki kubangan masalah ini? Semacam kurang kerjaan, mencari-cari kesusahan dibalik kenyamanan hidup. Saya banyak minta saran terkait problematika ini, mulai dari orang tua, teman dekat, senior dari psikologi, menteri kema, motivator, dan masih banyak lagi. Saran terbanyak adalah usaha dulu sampai titik darah penghabisan, jangan hanya mengandalkan sponsor, coba cari donatur.
Baiklah, saya coba cari donatur. Mencari donatur tidak segampang yang dibicarakan orang-orang. Harus tanya sana-sini, cari kontak orang kaya, dermawan, politisi, publik figur, dan lain sebagainya. Terbayang tidak oleh kalian, coba mengontak orang yang tidak kita kenal dan datang tiba-tiba minta uang? Tentu saja itu sulit, walau sudah mengaku teman si A dan tahu kontak dari si A. Pada akhirnya, donatur kebanyakan dari teman-teman yang sudah dikenal. Walaupun ada beberapa donatur yang merupakan tokoh besar.
Apa kabar sponsor? Sampai detik ini, baru ada satu sponsor dari sebuah partai.
Banyak sekali drama-drama air mata dan keajaiban (baca: takdir Allah) yang membelokan saya hingga bisa mengumpulkan uang untuk tiket pesawat. Terima kasih kepada Allah, orang tua, kakak-kakak, saudara-saudara, teman-teman dan seluruh donatur yang membantu saya. Kalian luar biasa!
Pokoknya ajaib banget saya bisa mengumpulkan uang untuk tiket pesawat. Semua terkumpul saat harapan menjadi sebuah kepasrahan, H-1 pengumpulan uang tiket pesawat.. Sementara, Ika sendiri sudah mengundurkan diri beberapa minggu setelah lebaran. Sedih juga sih, padahal dia yang mengajak saya untuk berjuang. :”
Dan detik ini.. Saya masih bersama dengan Aulia Nurambiya. Do'a kita diijabah.
Ngakaklah paparahuan di sungai Nil haha
BalasHapusNgakaklah paparahuan di sungai Nil haha
BalasHapusHaha.. Makasih udah baca, Diki. Semoga menghibur. :D
HapusBlognya bagus, Inspiratif dan motivatif. Yang saya tahu, tidak ada usaha yang sia-sia. Semangat dan semoga cita-citanya terwujud
BalasHapusMutasyakir awii (terima kasih banyak) Rizki. Hasil tidak pernah mengkhianati usaha. Insya Allah.
HapusAamiiin. Semangat dan semoga bisa S3 di Jepang ya. :D
Mutasyakir awii (terima kasih banyak) Rizki. Hasil tidak pernah mengkhianati usaha. Insya Allah.
HapusAamiiin. Semangat dan semoga bisa S3 di Jepang ya. :D