Membaca Tanda Tangan

Rabu, 5 November 2014
Langit sudah meredup dan suara adzan telah berkumandang beberapa menit yang lalu. Ada kerumunan anak-anak kementrian Pendidikan dan Keilmuan tampak asyik dan fokus pada satu titik. Saya ikut terlempar pada titik itu dan ikut-ikutan minta ‘dibaca’ tanda tangan oleh Fikri, staf kementrian Pendidikan dan Keilmuan. Just for fun! Karakter yang ditemukan dalam tanda tangan saya, saya ituuuuu...
  • Keras kepala


          Sangat setuju dengan analisa ini. Mungkin sebagian teman sepergaulan atau orang yang selintas melihat saya, kurang percaya dengan statement ini. Namun, sahabat dan orang-orang di rumah sudah tahu betul bahwa saya sangat sangat keras kepala. Jika saya ingin A, maka saya akan tetap pilih A. Tidak akan menerima tawaran yang lain. Sebagai contoh, saat tahun pertama ditolak masuk ITB, saya langsung berkeyakinan akan mencoba SNMPTN tertulis tahun depan. Keras, tidak dapat diganggu gugat. Sayangnya, Allah tak izinkan saya mengais ilmu di kampus gajah ini. Ternyata, UNPAD yang tidak pernah ada dalam impian saya harus menjadi semangat untuk meraih mimpi. Saya hanya bisa menerima dan bersyukur. Alhamdulillah, Allah menjebloskan saya ke kampus yang terkenal dengan kecantikan mahasiswanya dan yaaa, salah satu universitas negeri terbaik di Indonesia, khususnya di Jawa Barat
  • Ambisius


        Sebenarnya, ini adalah tindakan lanjutan dari rasa keras kepala. Jika ada keinginan, biasanya saya kejar sampai berhasil, pengecualian untuk persoalan “ITB di atas” dan untuk masalah “jodoh”. Di dunia ini tidak ada yang tidak memiliki pengecualian.
Awalnya, saya sangat ambisius soal jodoh. Jika saya suka A, maka otomatis A juga akan menyukai saya. Seiring bertumbuh dewasanya saya, ternyata hidup tak semudah itu. Untuk urusan jodoh, saya tidak bisa ambisius untuk mendapatkan si A. Mungkin saya bisa berdoa ingin sosok yang memiliki karakter yang diharapkan, tapi urusan jodoh dengan si A atau tidak, biar waktu yang beri tahu, atau cukup Tuhan gantikan dengan yang lain yang lebih baik.
Contoh lain, tahun ini saya berhasil goal lolos BEM KEMA UNPAD, LOLOS FORSI, dan IPK kembali sesuai target. Itu semua adalah karena keambisiusan saya. Pada akhirnya, saya harus mengakui bahwa saya ambisius.
Saya memang ambisius. Ulangi, saya memang ambisius! Bohong jika ada yang mengatakan SAYA TIDAK AMBISIUS. Setiap orang pasti punya hal-hal yang ingin dicapainya.
Sedikit curhat, semester ini saya kehilangan arah dan kehilangan target, gara-gara keseringan galau. Entah bisa mempertahankan IPK atau tidak, terlalu ingin menikah dan lingkungan yang mendukung untuk menjadi mahasiswa yang sangat sangat malas. Keep ambisious, Sur!
  • Ribet dalam mengambil keputusan

     Speechless ketika Fikri menyebutkan satu persatu karakter saya. Semuanya benar! Ketika saya dilibatkan dalam sebuah persoalan, saya hanya akan terombang ambing dan berpikir matang-matang, akan ke mana saya menepi? Saat saya sudah menemukan jawaban, saya mulai menimbang-nimbang jawaban yang lain. Malah jadi galau.
Contoh kasus, dari zaman SMA hingga sekarang, ada ambisi untuk les vokal. Namun, saya masih sangat menimbang-nimbang. Takut sanggup membayar di awal saja, takut hedon, takut jadwal bentrok, takut ketahuan orang tua, takut jadi siswa paling tua di tempat les. Di sisi lain, saya ingin menguatkan karakter vokal saya, ingin memperpanjang range vokal, saya ingin diarahkan dalam bernyanyi, ingin mengikuti perlombaan menyanyi dan seperti orang-orang, memiliki banyak piala, ingin meningkatkan rasa percaya diri, dan masih banyak lagi.
Semoga jika les vokal terwujud, semuanya tidak terlambat.
  •  Aga tertutup

          Entah, benar atau tidak ya? Saat saya masuk kepanitiaan forsi, salah seorang teman mengatakan saya pendiam. Sebenarnya bukan pendiam, saya cenderung menutup diri dari dunia baru. Saya baru kenal beberapa bulan dengan mereka. Saya hanya bisa curhat dan bercanda dengan orang yang saya anggap nyaman saat berada di dekatnya. Bukan berarti saya tidak nyaman sih, saya juga takut obrolan saya tidak nyambung. So, saya memilah-milih apa yang harus dan ingin saya katakan.
Untuk rekan SDMK, di lingkungan ini, saya sedikit terbuka karena orang-orang di sini semuanya suka curhat. Apalagi soal C-I-N-T-A. Mungkin faktor jumlah anggota juga. Jumlah SDMK hanya 9 orang, sedangkan konsumsi forsi 19 orang. Semakin SEDIKIT jumlah orang, semakin BESAR kemungkinan akrab dengan setiap orang yang berada di dalamnya. Semakin banyak jumlah orang, semakin sedikit kemungkinan untuk akrab dengan semua. Setuju?
  • Suka banget sama musik, hingga akhirnya sering galau

         Iya, saya sangat suka mendengarkan musik. Apalagi musik-musik romantis atau lagu cinta yang galau. Jika malam semakin larut, hati semakin kalut. Bahkan, tetesan air mata sudah siap membanjiri hati yang hampa.

Saya bisa beres-beres rumah sambil mendengarkan musik, tetapi untuk membaca atau belajar, saya harus berada dalam keadaan yang hening. Ribet ya? Iya, saya memang ribet.

0 komentar:

Posting Komentar